Dalam peta keyakinan
spiritual kuno bangsa-bangsa di Pulau Sumatera, Gunung Leuser, gunung perkasa
yang terletak di kawasan Gayo Lues, Aceh, adalah paku jagat raya. Gunung inilah
yang memaku Pulau Sumatra ke haribaan Bumi. Tanpa Leuser, Pulau Sumatra akan
mengambang lepas, hanyut tanpa arah, ke Samudera Hindia.
Sesuatu yang akan menyebabkan ketidakseimbangan luar biasa. Bumi akan terbalik, lautan meluap, ujung-ujungnya Bumi akan kiamat. Kiamatnya Bumi, yang pada gilirannya diyakini sebagai pusat peradaban jagat, akan berakhir pada kiamatnya seluruh jagat raya.
Sesuatu yang akan menyebabkan ketidakseimbangan luar biasa. Bumi akan terbalik, lautan meluap, ujung-ujungnya Bumi akan kiamat. Kiamatnya Bumi, yang pada gilirannya diyakini sebagai pusat peradaban jagat, akan berakhir pada kiamatnya seluruh jagat raya.
Kepercayaan kuno ini menunjukkan
betapa pentingnya Gunung Leuser bagi kehidupan manusia. Secara naluriah, manusia
Sumatra purba mengetahui bahwa Leuser berperan vital dalam mempertahankan hidup
umat manusia yang seimbang. Sesuatu yang cukup mencengangkan, karena pada masa
itu ekologi tanah, hutan, dan siklus air bukan pengetahuan yang umum. Selama
ratusan bahkan ribuan tahun, kebijaksanaan nenek moyang orang Sumatra ini telah
membawa ketenangan dan keseimbangan hidup bagi anak-cucunya.
Leuser, dengan tinggi 3.119
meter di atas permukaan laut, serta sekitar 1.500 km persegi luasan kawasannya,
merupakan gudang harta karun. Flora, fauna, sumber-sumber gas, mineral, dan
sebagainya melimpah dalam kandungannya. Hutan di kawasan Leuser terbagi mulai
dari kelas hutan dataran rendah, hutan dataran tinggi, sampai dengan zona
cantigi (sub alpina), di mana flora yang tumbuh umumnya hanya beberapa jenis
pohon cantigi (keluarga magnolia, Ericaceae), bromeliad, dan lumut.
Termasuk jenis lumut Spanyol, yang sebetulnya bukan lumut melainkan epifit. Bentuknya serupa rambut panjang hijau, membuat pepohonan yang ditumpanginya tampak seperti pohon-pohon dalam film seram. Bunga Cinta Abadi (edelweiss) yang menjadi pujaan kaum muda di seluruh dunia itu, pun tumbuh di sabuk zona cantigi Gunung Leuser.
Kawasan yang telah ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO pada 2004 ini juga merupakan cadangan air raksasa bagi kawasan Sumatera bagian Utara-Tengah. Tak perlu diceritakan lagi pentingnya peranan air dalam kehidupan makhluk hidup. Tak satu makhluk hidup pun di kolong langit sini yang tidak memerlukan air.
Termasuk jenis lumut Spanyol, yang sebetulnya bukan lumut melainkan epifit. Bentuknya serupa rambut panjang hijau, membuat pepohonan yang ditumpanginya tampak seperti pohon-pohon dalam film seram. Bunga Cinta Abadi (edelweiss) yang menjadi pujaan kaum muda di seluruh dunia itu, pun tumbuh di sabuk zona cantigi Gunung Leuser.
Kawasan yang telah ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO pada 2004 ini juga merupakan cadangan air raksasa bagi kawasan Sumatera bagian Utara-Tengah. Tak perlu diceritakan lagi pentingnya peranan air dalam kehidupan makhluk hidup. Tak satu makhluk hidup pun di kolong langit sini yang tidak memerlukan air.
Namun menurut kesaksian penduduk di sekitar Leuser, saat ini banyak sekali riam-riam Leuser yang telah mengalami kekurangan debit air. Kalau dulunya riam-riam (sungai gunung) ini hanya dapat diseberangi pada musim kemarau panjang, sekarang bisa dengan mudah diseberangi karena airnya telah sangat berkurang. Ironisnya, kini pada musim hujan wilayah seputar Leuser mendadak menjadi langganan banjir. Anak SD kelas empat sekali pun tahu, bahwa sungai yang mengalami kekurangan debit air dan banjir yang mendadak jadi ‘tamu’ tetap, akibat penebangan besar-besaran dari pepohonan di hutan gunung.
Peran vital Leuser sebagai ‘paku jagat’ penjaga mata rantai keseimbangan ekologis Sumatra dan Asia Tenggara khususnya, dan Bumi pada umumnya, tidak usah diragukan lagi. Yang bisa diragukan ialah apakah cukup banyak manusia mengetahui dahsyatnya dampak kerusakan Leuser pada kehidupan, sehingga bersedia bekerja keras melindungi gunung “keramat” ini? Yang jelas, Kawasan Ekosistem Leuser TIDAK dimasukkan ke dalam RTRW dan RPJM Aceh 2017-2022.
Tuntutan rakyat Aceh agar Leuser dilindungi, pun ditolak Majelis Hakim PN Jakarta Pusat (https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-38147298). Tindakan yang menihilkan vitalnya peran Ibunda Leuser bagi kelangsungan hidup manusia ini menunjukkan bahwa kebijaksanaan pengelolaan sumber daya alam ternyata tidak diwariskan. Melainkan harus diperoleh, entah melalui pembelajaran terus menerus, atau pembelajaran dahsyat via kemarahan Alam.
Apakah kita semua hendak
menunggu kemarahan alam lebih dulu, baru mencoba bertindak? Orang Sumatra punya
peribahasa yang pas untuk hal semacam ini: sesal dahulu pendapatan, sesal
kemudian tiada guna. Jangan sampai hilangnya
keagungan Ibunda Leuser menjadi penyesalan seumur hidup bagi kita semua.[]
Ditulis oleh Dian Guci, anggota Perempuan Peduli Leuser Chapter Aceh Barat Daya
Post a Comment